Psikologi Uang Versi Kuli Sawit 🐃

 "Rezeki bisa dicari ke mana saja, tapi arah hidup harus tetap dijaga."





“Psikologi Uang Versi Lombok–Malaysia”

 Kisah Abdul Hayyi: Dari Kebun Sawit Menuju Kebebasan Finansial 

Di sebuah kampung kecil bernama Loang Tuna di Lombok Timur, lahirlah seorang anak bungsu dari keluarga sederhana. Namanya Abdul Hayyi. Ia tumbuh di tengah kehidupan yang keras, di mana setiap rupiah harus diperas dari keringat dan kesabaran. Dulu, ia melihat ayahnya berangkat ke sawah dengan sepeda tua. Hari-hari penuh perjuangan itu menjadi pondasi cara berpikirnya tentang uang: bahwa uang bukan untuk dipamerkan, tapi untuk mengamankan masa depan.

Kerja Bukan Sekadar Cari Gaji 

Kini Abdul Hayyi bekerja sebagai pemanen sawit di Malaysia. Ia tidak gaji besar, tapi ia punya satu kekuatan yang tidak dimiliki banyak orang: kesadaran tentang arah hidup.

Setiap hari, setelah memanen sawit dari pagi sampai sore, lalu menjalankan bisnis isi pulsa internasional bersama istrinya. Uangnya tidak banyak, tapi ia tahu caranya menjaga agar tidak bocor ke hal-hal sia-sia.

Banyak teman habiskan RM1.000 untuk makan, aku cukup RM500. Bukan karena pelit, tapi karena aku punya tujuan,” katanya.

Menabung Tanpa Alasan Besar —

Tapi Dengan Harapan Besar Abdul dan istrinya rajin menabung emas: RM250 untuk tabungan, RM250 untuk cicilan emas. Kenapa emas? Bukan karena ikut tren, tapi karena mereka sadar: masa depan tak pernah bisa ditebak.

Seperti yang dibilang Morgan Housel: “Kaya itu bukan tentang seberapa banyak yang kamu hasilkan, tapi seberapa banyak yang tidak kamu habiskan.”

Investasi Diam-diam 

Tak ada pamer. Tak ada flexing. Uang yang terkumpul perlahan digunakan untuk renovasi rumah warisan, bangun kandang ayam, dan menyekolahkan anak usia 5 tahun. Semua dilakukan diam-diam, tanpa harus terlihat “wah” di mata orang lain.

Karena Abdul tahu, kekayaan sejati adalah apa yang tidak dilihat orang lain.

Uang = Pilihan 

Apa arti kekayaan bagi Abdul?

Kebebasan. Bebas untuk tidak khawatir kalau sakit. Bebas memilih hidup damai di kampung bersama keluarga. Bebas dari tekanan untuk bekerja seumur hidup.

Dia tidak mengejar uang agar bisa berhenti bekerja besok, tapi agar bisa berhenti bekerja karena terpaksa. Dia bekerja karena mau, bukan karena harus.

Akhirnya… 

Abdul Hayyi bukan tokoh besar. Tapi kisahnya adalah contoh nyata bahwa kebebasan finansial tidak harus dimulai dari modal besar — cukup dengan kesadaran, kesabaran, dan keteguhan arah.

Dia mungkin tidak tahu banyak teori keuangan. Tapi dia menjalankan inti dari “Psikologi Uang” lebih baik dari banyak orang yang hanya membacanya.

Komentar